Jawa, salah satu pulau yang memiliki jumlah penerbit buku terbanyak dibandingkan pulau lain di Indonesia. Baik itu penerbit mayor ataupun penerbit self publishing. Banyaknya jumlah penerbit yang muncul, memberikan tawaran bagi penulis menerbitkan bukunya. Berikut penjelasan mengenai perbedaan Self Publishing dengan Penerbit Mayor Penerbit buku mayor menawarkan keuntungan kepraktisan bagi penulis. Di mana penulis tidak perlu mengurus perihal permodalan, pemasaran, penjualan, ataupun teknis lainnya. Hanya saja, hak royalti penulis lebih sedikit. Royalti penulis dibatasi hanya sekitar 10 persen dari hasil penjualan karena sisanya digunakan untuk biaya percetakan, biaya teknis dan pajak.
Berbeda dengan self publishing, umumnya penulis bisa memperoleh 50 – 10 persen keuntungan dari hasil penjualan. Dengan kata lain, keuntungan penulis jauh lebih besar daripada menerbitkan buku secara mayor. Penerbit buku mayor umumnya memberikan waktu yang relative lama untuk memberikan keputusan kepada penulis. Bisa tiga bulan, enam bulan, bahkan satu tahun. Berbeda dengan self publishing, prosesnya lebih cepat yaitu bisa terbit kurang dari 1 bulan. Tedapat dua sistem menerbitkan buku sendiri yaitu self publhising dan print on demand (PoD). Berikut ulasannya.
a. Penerbit Buku dengan Self Publishing
Penerbit buku self publishing saat ini sudah mulai dikenal luas dan diminati oleh para penulis dari berbagai kalangan karena kemudahannya. Saat ini bentuk dan publikasi buku sudah berbasis online dan offline. Keuntungan menerbitkan buku secara online yakni harga buku itu sendiri lebih terjangkau dibandingkan dengan buku cetak. Seiring dengan pesatnya teknologi, banyak penerbit buku juga membuat trobosan e-book hal inilah yang kemudian disebut sebagai pasar buku digital. Dua pasar digital yang paling tersohor asal Amerika Serikat, yakni Amazon dan Apple. Pasar buku digital seperti Amazon telah mendominasi pasaran sekitar 65 persen dan Apple sekitar 20 persen.
Kemunculan novel digital di Amerika tengah marah. dan setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tahun 2011, pangsa pasar mingkat 44%. Forrester Research, memperkirakan di tahun 2017 pasar buku digital di kawasan Eropa bisa mencapai US$ 19 miliar. Penerbit buku di Indonesia pun juga terus menginovasi perubahan dari tahun ke tahun. Mengikuti perkembangan zaman dalam upaya mengejar ketertinggalan
b. Penerbit Buku dengan Print on Demand
Kelebihan print on demand, dimana Penulis tetap bisa mencetak buku meskipun hanya satu eksemplar. Di samping itu dapat bebas menentukan kapan saja buku akan dicetak. Bahkan, jumlah buku yang akan di cetak tergantung dari pihak penulis. Print on demand atau proses mencetak buku menggunakan teknologi digital tanpa pelat. Metode ini mencetak buku sesuai dengan permintaan penulis dengan menggunakan sistem digital printer. PoD sering menjadi salah satu pilihan karena menawarkan harga lebih terjangkau sesuai dengan kemapuan penulis. Keuntungan PoD dianggap lebih praktis dan menguntungkan, baik secara tenaga, waktu dan biaya. lembaga pengelola ISBN adalah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Pengajuan ISBN dilakukan oleh Penebit yang legalitas hukum dan terdaftar di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
c. Menyiapkan Biaya
Jika naskah sudah siap, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan biaya. Modal berupa uang untuk biaya penerbitan dan percetakan buku. Besaran uang yang harus dipersiapkan bervariatif. Setiap penerbit satu dan lainnya memiliki kebijakan sendiri. Biasanya banyaknya modal akan dikeluarkan tergantung dari jumlah halaman naskah, jenis kertas dan jumlah buku yang akan dicetak dan kelenakapan lainnya (seperti; desain cover, layout, ISBN dan editing).
d. Menentukan Kualifikasi Buku
Kualifikasi buku berkaitan dengan jenis kertas, diantaranya kertas buram eksport, import dan, bookpaper kuning dan HVS putih. Semua proses penerbitan dan percetakan untuk penerbitan secara self publishing benar-benar berada di tangan para penulis.
